Nabi
Ibrahim AS adalah pelopor sebuah perjuangan dan pengorbanan. Jika kita
cermati dari peristiwa penyembelihan Nabi Ismail AS. Setidaknya ada dua
hal yang perlu kita hadirkan dibalik cerita korban Nabi Ibrahim dan Nabi
Ismail. Pertama adalah, tidak ada pengorbanan yang berarti jika tidak
didasari keimanan dan ketulusan kepada Allah SWT. Pengorbanan yang
didasari dengan iman dan ketulusan tidak akan dirasakan berat biarpun
bagi yang lainnya terasa berat. Dihadapan Nabi Ibrahim, Nabi Ismail
adalah seorang putra tercinta yang kehadirannya dinanti-nanti sejak
puluhan tahun. Dan setelah hadir, dan semakin dalam dirasakan
kehadirannya dengan hatinya tiba-tiba mendapatkan perintah dari Allah
untuk menyembelih putra tercintanya. Mendapatkan perintah seperti ini
Nabi Ibrahim AS tidak merasa keberatan, karena imannya yang berbicara.
Disadari bahwa anak ini adalah karunia dari Allah SWT sekaligus amanat.
Jika karunia harus diambil sesuai janji Allah SWT tentu karena Allah
akan menggantinya dengan yang lebih baik. Sebab tidak ada nikmat Allah
SWT yang dicabut secara sesungguhnya dari seorang hamba yang beriman.
Dan amanat jika ternyata diambil kembali oleh Allah itu artinya justru
karena Allah SWT kasih dan sayang kepada hambanya, tidak ingin membebani
hambanya sesuatu yang memberatkannya.
Maka seketika itu nabi Ibrahim AS mendiskusikan perintah Allah SWT ini dengan yang bersangkutan yaitu Nabi Ismail AS putra beliau. Nabi Ismail yang harus menjadi korban menjawab dengan bahasa iman juga, menguatkan ayahandanya dan meminta agar segera menjalankan tugas besar ini dan diyakinkan bahwa dirinya akan sabar dan tabah. Itulah pemacu sebuah pengorbanan untuk mendapatkan kemuliaan dihadapan Allah SWT.
“Ketulusan dan keyakinan bahwa Allah SWT membalas pengorbanan seorang hamba, itulah yang menjadikan para kekasih Allah SWT rela berkorban dengan jiwa dan raga di jalan Allah.”
Kedua adalah, siapapun yang berkorban dengan tulus, maka Allah tidak akan membiarkan hamba tersebut kehilangan kenikmatan yang pernah dikaruniakan kepadanya. Jika harus ada nikmat yang terkurangi, itu karena Allah ingin menggantinya dengan yang lebih baik dan berarti untuknya. Nabi Ismail AS tidak hilang dari pangkuan Nabi Ibrahim, akan tetapi Allah telah menggantinya dengan domba. Nikmat Allah yang diberikan kepada Nabi Ibrahim yaitu Nabi Ismail tidak jadi hilang. Nabi Ismail AS tetap ada dengan kepatuhan dan ketulusan Nabi Ibrahim AS dalam berkorban Allah SWT memberi nilai dan tambahan nikmat kepada Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS, yaitu pembela dan pengayom kota suci Makkah dan akan dikaruniai oleh Allah keturunan-keturunan yang sholeh dari para Nabi yang datang setelahnya.
Ketulusan dan keyakinan bahwa Allah SWT membalas pengorbanan seorang hamba, itulah yang menjadikan para kekasih Allah SWT rela berkorban dengan jiwa dan raga dijalan Allah. Kitapun harus berfikir tentang pengorbanan kita untuk Allah. Kita memang tidak harus menyembelih anak kita untuk Allah agar diganti domba, akan tetapi sudahkah kita berencana merelakan anak kita demi kemulyaan kita dan anak kita dihadapan Allah SWT.
Dari sinilah semestinya kita bangkitkan kesadaran akan kemulyaan anak kita. Kita harus rela anak kita jadi korban ejekan orang banyak karena anak kita mengenakan baju yang menutupi aurat mereka di zaman yang rusak ini. Kita harus rela anak kita jadi korban olokan orang banyak karena anak kita lebih memilih sekolah agama yang sederhana yang menyelamatkan iman mereka disaat pencuri-pencuri iman mulai memasuki lembaga-lembaga pendidikan. Kita harus rela menegur atau bahkan memarahi anak kita yang sedikit keterlaluan di dalam pergaulannya di masyarakat yang jauh dari kemulyaan akhlak ini. Bahkan jika diperlukan kitapun harus rela anak kita jadi korban dalam sebuah perjuangan untuk membela Islam. Itulah kemulyaan yang sesungguhnya. Jadikan anak kita adalah Ismail di zaman ini, seorang anak yang senantiasa patuh kepada perintah Allah dan takut melanggar-Nya, taat kepada orang tuanya dan senantiasa membantu orang tuanya agar dicintai oleh Allah SWT.
Untuk itu, semua perlu proses yang panjang. Kegigihan dari kita para orang tua untuk mempersiapkan anak-anak kita memahami makna ketulusan, keimanan untuk menuju hakekat perjuangan dan pengorbanan. Dihadapan kita hanya ada dua jalan, jalan menuju ridho Allah dan jalan menuju kemurkaan Allah SWT. Jika anak kita tidak kita persiapkan untuk jadi korban di jalan Allah SWT, maka anak kita akan jadi korban pergaulan bebas, kebejatan moral, budaya-budaya kafir dan syaitan. Dan sungguh di saat itu karunia Allah yang bernama anak akan benar-benar hilang di dunia dengan kedurhakaan anak kita kepada kita dan hilang di akhirat dengan murka Allah SWT di neraka. Bahkan kitapun akan turut hilang bersama anak-anak kita dalam murka Allah SWT.
Akan tetapi jika anak kita benar-benar kita persiapkan untuk Allah, anak kita tidak akan hilang di dunia dan di akhirat. Kita akan menemukan bakti dan pengabdianya di dunia dan di akhirat kelak. Anak-anak kitalah yang akan menyambut kita bahkan akan menolong kita jika kita terpeleset ke neraka. Mari kita melihat kepada anak-anak kita ! Di jalan siapa anak kita telah kita relakan ?
Wallahu a'lam bishshowab.
0 komentar:
Posting Komentar